.quickedit{ display:none; }
About Me

Kamis, 18 Oktober 2012

TEORI SOSIOLOGI KLASIK DAN MODERN

Orientasi Agama, Pola Motivasi, dan Rasionalisasi
A.    Weber dan Marx Mengenai Pengaruh Ide Agama
Menurut Marx, perjuangan kelas merupakan kunci untuk mengerti perubahan sejarah serta transisi dari satu tipe ke tipe struktur sosial lainnya. Perjuangan kelas mencerminkan kepentingan-kepentingan ekonomi obyektif yang berlawanan dalam kelas-kelas yang berbeda, khususnya apabila kelas bawah itu sadar akan kepentingan ini melalui kesadaran kelas. kepentigan-kepentingan ini ditentukan oleh kondisi-kondisi materil di mana para anggota dari kelas-kelas yang berbeda itu berada.
Weber Mengakui pentingnya kondisi materil dan posisi kelas ekonomi dalam mempengaruhi kepercayaan, nilai, dan perilaku manusia. Sebenarnya, Weber memperluas perspektif Marx mengenai stratifikasi. Weber berpendapat bahwa teori Marx terlalu berat sebelah, yang hanya mengakui pengaruh ekonomi dan materi, serta menyangkal bahwa ide-ide, bahkan ide-ide agama dapat mempunyai pengaruh yang independen sifatnya terhadap perilaku manusia. Weber menekankan bahwa orang mempunyai kepentingan ideal dan juga materil.

B.     Kepercayaan Protestan dan Perkembangan Kapitalisme
Tesis Weber sudah ditanggapi dalam buku yang tidak terbilang jumlahnya, baik yang bersifat pro maupun kontra. Dalam melihat kontroversi yang muncul dari tesisnya ini, harus jelas bahwa dia tidak mengemukakan kapitalisme disebabkan oleh Protestantisme. Baik Protestantisme maupun Kapitalisme menyangkut pandangan hidup yang rasional dan sistematis. Etika Protestan member tekanan kepada usaha menghindari kemalasan atau kenikmatan semaunya, dan menekankan kerajinan dalam melaksanakan tugas dalam semua segi kehidupan, khususnya dalam pekerjaan dan kegiatan ekonomi pada umumnya.
Lebih lanjut Weber mengakui bahwa pengaruh protestantisme ini pada kapitalisme tidak harus tetap selamanya. Pandangan bahwa Protestantisme membantu merangsang munculnya kapitalisme pada tahap-tahap awalnya tidaklah berarti bahwa kapitalisme itu seterusnya membutuhkan legitimasi agama. Weber mengakui bahwa sesudah kapitalisme itu berdiri, dia lalu menjadi otonom dan berdikari, tanpa membutuhkan dukungan agama.

C.    Etika Protestantisme sebagai Protes Terhadap Katolisisme
Bagi Weber, etika Protestan memperlihatkan suatu orientasi agama yang bersifat asketik dalam dunia yang jauh lebih lengkap dari pada agama besar apapun lainnya, termasuk katolisisme. Asketisme dalam dunia menunjukkan pada komitmen untuk menolak kesempatan atau sangat membatasi diri untuk menuruti keinginan fisik atau inderawi, atau kenikmatan yang bersifat materialistik untuk mengejar suatu tujuan yang “lebih tinggi” atau yang bersifat spiritual ; tujuan spiritual ini harus dicapai melalui suatu komitmen yang sistematis dan rajin dalam melaksanakan tugas didunia ini.
Orientasi asketik dalam dunia itu harus dimengerti sebagai sesuatu yang muncul dari keyakinan agama yang murni, yang berhubungan dengan peran gereja yang sebenarnya dalam fungsinya sebagai perantara antara individu dengan Allah dan dalam memperoleh keselamatan. Orang percaya bahwa gereja didirikan untuk melayani, sebagai suatu bendahara rahmat Allah yang besar, di mana iman-iman dapat menyalurkannya kepada mereka yang mengambil bagian dalam sakramen-sakramen yang sudah di tetapkan.
Bersama dengan pergeseran dalam tekanan pada peran yang tepat dan ruang lingkup gereja, pembaru-pembaru Protestan serta para pengikutnya merendahkan status pejabat-pajabat gereja serta para anggota konggregasi agama yang secara religius lebih unggul. Sebaliknya, mereka mengemukakan bahwa semua orang sama di depan Allah, tanpa memandang panggilannya yang khusus dan semua orag mempunyai kesempatan yang sama serta kewajiban untuk mengabdi kepada Allah menurut panggilannya sendiri-sendiri.

D.    Etika Protestan dan Proses Sekularisasi
Terlepas dari kepercayaan tertentu yang dianut, Protestantisme merupakan suatu dobrakan utama terhadap tradisi. Sama juga halnya, munculnya kapitalisme membutuhkan suatu keadaan di mana sejumlah tekanan tradisional terhadap kegiatan ekonomi itu hilang. Namun yang ditekankan Weber adalah bahwa ide-ide tertentu dalam Protestantisme memperlihatkan suatu perubahan dari tradisionalisme ke suatu orientasi yang lebih rasional.
Orang-orang Protestan pada masa-masa awalnya tidak membayangkan akibat-akibat dari etika asketik yang bersifat dalam dunia itu, yang dalam jangka panjang menghasilkan sekularisasi. Tentu ini bukanlah merupakan tujuan mereka. Kita mengutib Weber :
Karena asketisme berusaha untuk mengubah dunia dan untuk malaksanakan ideal-idealnya di dunia, benda-benda materil memperoleh kekuatan yang semakin bertambah dan akhirnya bersifat mutlak terhadap kehidupan manusia, yang tidak pernah terjadi dalam periode sejarah sebelumnya.
Ide-ide Weber mengenai pengaruh etika Protestan tidak didasarkan pada analisa sejarah yang sistematis.

E.     Protestantisme Dibandingkan dengan Agama-Agama Dunia Lainnya
Karya Weber mengenai agama-agama besar di dunia sangat bernilai bagi kita di masa kini. Dia menganalisa agama sebagai suatu dasar utama bagi pembentukan kelompok status dan pelbagai tipe struktur kepemimpinan dalam kelompok agama. Dia menerima saling ketergantungan timbal balik antara kepercayaan agama dan motivasi di satu pihak dan gaya hidup serta kepentingan materil di pihak lain. Dalam membandingkan pelbagai agama dunia dengan Protestantisme, tekanannya adalah pada pengaruh sistem kepercayaan agama-agama itu terhadap pola motivasi dan tindakan dalam dunia sekuler, khususnya dalam dunia ekonomi. Dalam Hinduisme, misalnya, tipe kegiatan ekonomi dan kegiatan sekuler lainnya dikendalikan oleh peribahasa atau pepatah di mana individu harus menyesuaikan dirinya dengan kewajiban-kewajiban tradisional menurut posisi kastanya. 
Dalam Yudeisme kuno, keterlibatan aktif didalam meningkatkan perubahan dalam dunia materil dan sosial sangat di hidupkan, seperti halnya dalam Protestantisme. Tetapi keterlibatan ini di lihat sebagai persiapan untuk suatu abad Masianis yang akan datang dan yang akan dimulai oleh suatu intervensi adiduniawi.
Beberapa kritik literature kelihatannya salah meginterpretasi apa yang sesungguhnya Weber maksudkan. Dia tidak mengatakan bahwa keserakahan akan benda-benda materil muncul bersama Protestantisme. Juga dia tidak katakana bahwa Protestantisme hanyalah sebuah rasionalisasi agama saja untuk mengajar tujuan-tujuan berhasil dicapai dalam bidang materil. Kekhasan etika Protestan adalah kemampuanya untuk mendorong tindakan jangka panjang, disiplin, sistematis dalam tugas pekerjaan sekuler sebagai suatu tugas agama.

F.     Etika Kerja Masyarakat Modern
Terlepas dari argumen pro dan kontra terhadap tesis etika Protestan Weber, isu etika kerja masih merupakan isu dasar dalam sosiologi masa kini. Beberapa analisa sosial mengemukakan bahwa pertumbuhan kelimpahan materi dan bertambahnya waktu senggang sangat mengancam etika kerja tradisional. Lebih dramatis lagi, orang muda yang belakangan ini sudah memutuskan untuk keluar dari “ sistem ” dengan alasan apa sekali pun, kelihatanya sudah menolak bentuk etika kerja dimana orang membaktikan dirinya untuk keberhasilan pekerjaan dalam suatu sistem birokrasi.
Rasionalitas dan efisiensi yang terus meningkat yang dapat kita lihat dalam pola motivasional dan organisasional, dibayar dengan harga yang sangat tinggi secara psikologis.
Dalam melihat biaya psikologis yang mengerikan dari etika kerja sekuler yang memaksa yang disalurkan kedalam perang-perang birokratis yang sempit, tidak mengherankan kalau etika kerja itu kehilangan dayanya di beberapa kalangan penduduk, atau beberapa kelompok secara periodik memilih untuk “ keluar ” dari suatu sistem yang didominasi, seperti yang mereka lihat, oleh keharusan-keharusan birokratis dan teknogratis yang sempit. Juga agak mengherankan bahwa Weber melihat masa depan itu dengan mata yang suram.




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Salah ciri khas karya Weber yang perlu dicatat adalah bahwa ide-ide teoritisnya sangat luas terjalin dengan analisa historis. Jang kauan pengetahuan sejarahnya yang mampu dia gunakan untuk mengembangkan dan menggambarkan ide-ide teoritisnya mungkin tidak ada bandingnya dengan para ahli teori klasik dan para ahli teori masa kini.
Mungkin salah satu alasan utama bagi pendekatan Weber yang bersifat terbuka itu terhadap data sejarah adalah pendiriannya mengenai pemahaman arti subyektif yang terdapat dalam peristiwa-peristiwa sejarah itu. Dari pada menginterpretasi peristiwa sejarah dengan memaksakan arti seperti teoritisnya sendiri mengenai peristiwa itu, dia berusaha memahami peristiwa-peristiwa serupa itu menurut artinya bagi mereka yang benar-benar terlibat.
Titik tolak Weber pada tingkat individual mengigatkan kita bahwa struktur sosial atau sistem budaya tidak dapat dipikirkan sebagai suatu yang berada secara terlepas dari individu yang terlibat didalamnya. Struktur social terdiri dari pola-pola tindakan social tertentu dan interaksi (yang didefinisikan Weber sebagai istilah yang bersifat probabilistik), dan system budaya bekerja dalam kehidupan social kalau system itu mempengaruhi orientasi subyektiv dan motivasi individu. Pendekatan Weber memperlihatkan secara meyakinkan bahahwa melihat individu sebagai satuan utama dalam analisa sosiologis sama sekali tidak megesampingkan analisa system sosial yang besar atau pola-pola historis yang besar.

B.     Saran

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About