PENTINGNYA PROFESIONALISASI DALAM
PENDIDIKAN
Tuntutan terhadap lulusan dan
layanan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin
ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi
dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang memungkinkan peluang lembaga
pendidikan asing membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan
antar lembaga penyelenggara pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan
yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan
lain bagi lembaga pendidikan kecuali hanya mengupayakan segala cara untuk
meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik dan layanan
lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan. Dalam
hal ini maka akan ada paradigma baru dalam pendidikan akan etos kerja dan
profesionalisme guru serta tantangan dunia pendidikan terkait dengan
perkembangan teknologi informasi.
Profesi diukur berdasarkan
kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita
mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu: profesi, semi profesi,
terampil, tidak terampil.
Gilley dan Eggland (1989)
mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan,
dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi
ini meliputi aspek yaitu :
a. Ilmu pengetahuan tertentu
Seorang yang memiliki profesi
tertentu haruslah meliliki keahlian atau ilmu pengetahuan sesuai dengan profesinya.
b. Aplikasi kemampuan/kecakapan.
Aplikasi
kemampuan dan kecapakan itu berhubungan dengan penerapan dan pengaplikasian
dari ilmu pengetahuan yang dimiliki. misalnya seorang lulusan sarjana
pendidikan sosiologi, harus mengaplikasikan keahlian atau pengetahuannya di dalam
ruang lingkup sekolah dengan mata pelajaran sosiologi.
c. Berkaitan dengan kepentingan umum
Tenaga yang terlatih
mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi
berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan
sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa
yang penting agar masyarakat dapat berfungsi.Hal tersebut tidak dapat dilakukan
oleh seorang pakar permainan catur misalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan
profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi
maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang
lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup
pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh
banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan,
analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi
memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Aspek-aspek
yang terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran
profesi guru.
Proses profesional adalah proses
evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk
mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan status). Secara
teoritis menurut Gilley dan Eggland (1989) pengertian professional dapat
didekati dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis,
perkembangan bertahap, orientasi karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.
Profesi keguruan tugas utamanya
adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan, sehingga profesionalisasi
dalam bidang keguruan mengandung peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka
mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Lebih khusus Sanusi; dkk. (1991)
dalam Sulaiman Samad (2004 : 12) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya
profesionalisme dalam pendidikan :
1. Subjek
pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, dan emosi serta
perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya.
2. Pendidikan
dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan.
3. Teori
– teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab
permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan
bertolak dari asumsi pokok tentang manusia yakni manusia mempunyai potensi yang
baik untuk berkembang.
5. Inti
pendidikan terjadi dalam prosesnya yaitu situasi dimana terjadi dialog antara
peserta didik dengan pendidik.
Sedangan
Semiawan (1994) dalam Sulaiman Samad (2004 : 13) mengemukakan tingkat
prosionalisme guru kedalam tiga kategori, yaitu ;
1. Tenaga
professional.
Tenaga
professional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
sekurang-kurangnya starata satu dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam
kategori ini juga berwenang membina tenaga kependidikan yang lebih rendah
jenjang profesionalnya. Misalnya, guru senior membina guru yang lebih yunior.
2. Tenaga
semiprofessional.
Tenaga
semiprofessional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar
secara mandiri, tetapi harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang
lebih tinggi jenjang profesionalnya, bauk dalam hal perencanaa, pelaksanaan,
penilaian, mauoun pengendalian pengajaran.
3. Tenaga
paraprofessional.
Tenaga
paraprofessional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam
perencanaan, penilaian, dan pengendalian pengajaran.
SYARAT-SYARAT PROFESI GURU
National
education association ( sucipto,
kosasi & abimanyu ) dalam Sulaiman samad( 2004 : 5 ) menyusun sejumlah
syarat atau criteria yang mesti ada dalam jabatan guru, yaitu :
a. Jabatan
yang melibatkan kegiatan intelektual
Untuk
kriteria ini, jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi criteria ini, karena
mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didomonasi kegiatan
intelektual
b. Jabatan
yang mengeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Semua
jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari
orang awam dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya (
Ornstein dan Levine, 1984) dalam Sulaiman Samad (2004:6).
c. Jabatan
yang memerlukan persiapan professional yang lama
Seperti
pada criteria sebelumnya, pada criteria ini juga terdapat perbedaan pendapat.
Yang membedakan jabatan professional dengan non-profesional antara lain adalah
dalam menyelesaikan pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang di atur
universitas/institute atau melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau
campuran pemagangan dan kuliah. Pertama, yaitu pendidikan melalui perguruan
tinggi, di sediakan untuk jabatan professional, sedangkan yang kedua, yaitu
pendidikan melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan
dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional ( Ornstein dan Levine,
1984) dalam Sulaiman Samad (2004:8).
d. Jabatan
yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan
Jabatan
guru cenderunng menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab
hamper setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik
yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
e. Jabatan
yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
Untuk
criteria ini tampaknya dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia sekarang ini.
Hal ini di sebabkan karna tidak begitu banyak guru yang oindah ke bidang lain,
walaupun bukan berartii jabatan guru mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasan
ketidak pindahan tersebut mungkin karna lapangan kerja dan system pindah
jabatan yang agak sulit.
f. Jabatan
yang menentukan baku (standarnya) sendiri
Pada
setiap jabatan profesi, anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat
keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para professional
biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetinsinya, kebiasaan dan
tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan (kliennya).
Pada dasarnya pengawasan luar atau dalam adalah musuh alam dari profesi, karna
membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar ( Ornstein
dan Levine, 1984) dalam Sulaiman Samad (2004:9).
g. Jabatan
yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
Jabatan
mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai yang tinggi, tidak perlu diragukan
lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang
lebih baik dari warga masa depan. Jabatan guru telah terkenal secara universal
sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu
orang lain.
h. Jabatan
yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.
Semua
profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesi yang kuat untuk mewadahi
tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
Howsam
(1976) dalam Sulaiman Samad (2004:11), bahwa guru harus dilihat sebagai profesi
yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi daripada
jabatan semiprofessional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh.
Profesi
keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakatdalam dunia pendidikan,
sehingga profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan
segala daya dan usaha dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan
diberikan kepada masyarakat.
Lebih
khusus sanusi; dkk. (1991) dalam sulaiman samad (2004:12) mengajukan enam
asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai
berikut:
1. Subjek
pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan
perasaan, dan dapat di kembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan
di landasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2. Pendidikan
dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan
menjadi normative yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara
universal, nasional, maupun local, yang merupakan acuan para pendidik,peserta
didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori
pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan
pendidikan.
4. Pendidikan
bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi
yang baik untuk berkembang.
5. Inti
pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta
didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang di
kehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi
masyarakat.
6. Sering
terjadi dilemma antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai
manusia yang baik (dimensi intrinsic) dengan misi instrumental yakni yang
merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
KODE ETIK GURU DAN KODE ETIK GURU
INDONESIA
1.
PENGERTIAN
KODE ETIK
Kode etik adalah tanda-tanda atau
simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang di sepakati untuk
maksud-maksud tertentu. Misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau
kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang
sistematis. Kode etik adalah norma atau asas yang diterima suatu kelompok
tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di
tempat kerja (Ondi Saondi, M.Pd dan Drs.Aris Suherman, M.pd, 2009: 96).
2.
PENTINGNYA
KODE ETIK GURU
Dalam (DRS. H.M SYUKUR HAK.Mm 2010 : 20 )
Guru Indonesia menyadari, bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa , bangsa dan
Negara, serta kemanusiaan pada umumnya.Guru Indonesia yang berjiwa pancasila da
setia pada undang-undang dasar 1945, turut bertanggungjawabats terwujudnya
cita-cita proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu guru
ndonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar
sebagai berikut :
a. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan
berjiwa Pancasila.
b. Gur
memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bibmbingan dan pembinaan.
d. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
e. Guru
memelihara hubungan baik engan orang tua murid dan masyarakat.
f. Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
g. Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
social.
h. Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan muut organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
i.
Guru melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
3.
TUJUAN
KODE ETIK GURU
Dalam
(Ondi Saondi, M.Pd dan Drs.Aris Suherman, M.pd, 2009: 99), tujuan kode etik
profesi guru adalah
1. Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk
menjaga dan memelihara dan memelihara dan kesejahteraan para anggota.
3. Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk
meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan
layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai
organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan
buku standarnya sendiri.
LATAR
BELAKANG PROFESI KEGURUAN
Nasution
(sucipto,kosasi.&abimanyu,1994)dalam sulaiman samad (2004:14) dengan jelas
melukiskan sejarah pendidikan di
Indonesia terutama pada zaman kolonial belanda ermasuk juga sejrah profesi
keguruan .pada awalnya , orang-oran yang diangkat menjadi guru belum
berpendidikan khusus keguruan , dan secara perlahan –lahan tenaga guru ditambah
dengan mengangkat dari lulusan sekolah guru (kweekschool)yang pertama kali
didirikan disolo pada tahun 1852. Karena penambahan jumlah guru yang semakin
mendesak , maka pemerintah hindia belanda mengngkat lima macam guru :
1.
Guru lulusan sekolah guru dianggap
sebagai guru yang berwenang penuh
2.
Pakan Guru yang bukan lulusan sekolah
guru , tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru
3.
Guru bantu , yang lulus ujian guru bantu
4.
Guru yang dimagangan kepada guru senior
, yang merupakan calon guru ,dan
5.
Guru yang diangkat karena keadaan yang
amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan .
Meskipun sekolah
guru telah diadakan , namun kurikulumnya masih lebih mementingkan pengetahuan
yang akan diajarkan di sekolah , sedangkan materi ilmu mendidik dan psikologi
belum dicantumkan secara khusus didalamnya .sejalan dengan pendirian
sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatanya dari sekolah umum seperti Holland
inlansdse school (HIS) ,MEER UITGEBREID (MULO ), HOGERE BURGESHOOL(HSB) dan
ALGEMENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS) secara berangsur –angsur didirikan pula
lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus penyiapan guru .
Keadaan demikian
berlanjut sampai zaman pendudukan jepang dan awal perang kemerdekaan . secarra
perlahan namun pasti , pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi dan
mutunya . saat ini lembaga tunggal untuk pendidikan guru , yakni lembaga
pendidikan tenaga kependidikan .
Dalam sejarah
pendidikan guru di Indonesia , guru ernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat,mempunyai wibawa yang
disegani , dan dianggap sebagai orang yang serba mengtahui . peranan guru ketika itu tidak hanya mendidik anak disekolah, tapi juga mendidik masyarakat
.guru menjaditempat bagi masyarakat untuk bertanya f, baik masalah pribadi
maupun masalah social yang lebih luas.
Namun demikian
status dan kewibawan guru yang tinggi tersebut mulai memudar sejalan dengan
kemajuan zaman , pekembangan zaman teknologi , kepribadian guru,serta besarnya
imbalan atau jasa (sanusi,dkk;1991). Pada zaman seekarang ini , guru bukan lagi
satu-satunya tempat bertanya bagi warga masyarakat sebab tingkat pendidikan
masyarakat sebagian besar sudah lebih tinggi dri pada pendidikan guru ,dan
jabatan guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lain yang mempunyai penghaslan
yang tinggi. Hal-hal tersebut antara lain menjadi penyebab kewibawaan dan
status guru mulai memudar dan berkurang.
APLIKASI KODE ETIK DALAM PROSES
PENDIDIKAN
1.
Dalam
proses pendidikan
Pengaturan mengenai hubungan guru-
peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan
dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi
guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru.
Tetapi bila kita mencermati bunyi Pasal 8 draf kode etik di atas, terasa belum
jelas aturan mengenai relasi guru dengan murid. Ketidakjelasan juga dalam
pengaturan hubungan antara guru dan orangtua/wali murid (Pasal 9), masyarakat
(Pasal 10), sekolah dan rekan sejawat (Pasal 11), profesi (Pasal 12),
organisasi profesi (Pasal 13), dan pemerintah (Pasal 14). Ketidakjelasan relasi
guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan pelaksanaan UU
Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi
administratif, mengacu kode etik guru.
Bila rumusan kode etiknya tidak begitu
jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat
bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi
saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik
Guru Indonesia.
Berbeda misalnya kode etik yang
menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:
- Guru tidak boleh memberi les privat kepada
muridnya;
- Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau
benda-benda lain kepada murid;
- Guru tidak boleh berpacaran dengan murid;
- Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid;
- Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror,
dan tindak kekerasan kepada murid,
- Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap
murid;
- Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan
sebagainya
Yang menjadi masalah bagi kalangan
pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana
guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik
guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen
bangsa di mana pun berada.
Kaitannya dengan sertifikasi guru, saya
secara pribadi sangat setuju dengan pendapat Profesor Dr. H. Achmad Sanusi,
M.P.A. Idelanya, tim asesor datang langsung menguji dan meneliti kemampuan guru
dalam mengajar di depan kelas dan yang telah lulus sertifikasi pun ikut
sertifikasi ulang secara berkala dan berkesinambungan, misalnya lima tahun
sekali. Namun menurut informasi dari dinas terkait, yang menjadi kendala adalah
banyaknya guru yang akan disertifikasi belum sebanding dengan banyaknya tim asesor
yang ada hingga saat ini.
Sebagai solusi menanggulangi masalah
ini, terpaksa dengan penilaian portofolio seperti yang sekarang dilaksanakan.
Saya mengetahui informasi tersebut, sebab kebetulan saya sudah dinyatakan lulus
sertifikasi periode 2006. Kalau ada yang meragukan hasil dari penilaian
portofolio, sebaiknya kita semua harus memberikan masukan, saran, dan solusi
yang dianggap paling baik, efektif, efisien, dan accountable bukan hanya
mengkritisi, tanpa memberikan solusi.
Sebagai seorang guru yang bertugas di
daerah perdesaan, ujian sertifikasi itu hendaknya dilaksanakan sebelum
seseorang diangkat menjadi guru. Hal ini bisa diterapkan mulai pengangkatan
guru yang akan datang. Dengan kata lain, ujian penerimaan CPNS khusus guru
bahkan kalau bisa, diberlakukan sejak ujian penerimaan calon mahasiswa baru
fakultas pendidikan di semua perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh
Indonesia, materinya mengambil dari standar minimal kelayakan calon guru
Indonesia/SMKCGI. Yang kisi-kisinya atau kalau mungkin soal-soalnya juga
ditentukan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dan bisa
dikembangkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Atau mengacu
kepada standar kompetensi dan kualifikasi berdasar pada PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI Standar Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan.
Dengan membaca PP No. 19 Tahun 2005 akan
jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga pendidik yang profesional tidaklah
mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi persyaratan. Setelah
diberlakukannya uji sertifikasi yang diikuti dengan mendapatkan tunjangan
profesi bagi guru, diharapkan ada peningkatan kesejahteraan yang diikuti dengan
peningkatan kinerja
Berikut adalah isi kode etik guru
Berikut adalah isi kode etik guru
- Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila
- Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran
professional
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang
peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
- Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya
yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua
murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan
- Guru secara pribadi dan secara bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya
- Guru memelihara hubungan profesi semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional
- Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian
- Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah
dalam bidang pendidikan.
MAKNA
ETIKA BAGI PROFESI KEGURUAN
Dalam Ondi Saondi,M.Pd (2009:95) dikatakan bahwa makna etika bagi profesi
keguruan:
1.
Tanggung
jawab. Terdapat dua tanggung jawab yang diemban yakni: terhadap pelaksanaan pekerjaan
tersebut dan terhadap hasilnya terhadap dampak dari profesi tersebut untuk
kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2.
Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya
3.
Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Menurut Ondi
Saondi,M.Pd ( 2009 : 97 ) Peran etika dalam profesi
adalah sebagai berikut :
Ø Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua
orang, atau segolongan orang saja, tapi milik setiap kelompok masyarakat,
bahkan kelompok yang paling kecil, yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa.
Dengan nila-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata
nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
Ø Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai
yang menjadi landasan dalam pergaulan, baik dengan kelompok atau masyarakat
umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan
ini sering menjadi pusat perhatian karna adanya tata nilai yang mengatur dan
tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi
pegangan para anggotanya.
Ø Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala
prilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada
nilai-nilai pergaulan yang telah di sepakati bersama (tertuang dalam kode etik
profesi) sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.
Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di
daerah mewah sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur Hak, Drs. H.M, M.m. 2010. Profesi
Pendidikan. Makassar. Badan Penerbit FKIP Unismuh Makassar.
Abimanyu
Sole dkk. 1994. Profesi Keguruan. Makassar. Bagian Penerbitan Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Ujung Pandang.
Ondi
Soandi, M.Pd dkk. 2009. Etika
Profesi Keguruan. Reflika Aditama.
Sulaiman
Samad dkk. 2004. Profesi Keguruan. Badan Penerbit.
Sudarwan
Danim, Prof D.H. 2012. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Alfabeta.
Tim.
2008. Etika Profesi Keguruan. Makassar. Badan
Penerbit FKIP Unismuh Makassar.
0 komentar:
Posting Komentar